By Abbas Merah Belakangan ini media sosial ramai soal penyitaan buku di Sidoarjo, Jawa Timur. Polisi menyita buku-buku dari seorang tersangka yang terlibat pembakaran pos polisi pada 18 September 2025. Anehnya, buku-buku itu langsung disamakan dengan “barang berbahaya” seolah menjadi motif orang tersebut berbuat. Padahal jelas-jelas buku tidak ada hubungannya dengan aksi itu. Kompas.com mencatat buku yang disita antara lain Revisionisme karya Franz Magnis-Suseno, Anarkisme: Apa yang Sesungguhnya Diperjuangkan karya Emma Goldman, Kisah Para Diktator oleh Jules Archer, dan Strategi Perang Gerilya karya Che Guevara. Dari kasus ini terlihat jelas bahwa negara ketakutan jika rakyat mulai berpikir berbeda dari narasi tunggal yang digunakan. Mereka merasa terancam. Padahal, sesuai Pasal 39 KUHAP, barang bukti seharusnya benda yang dipergunakan secara langsung dalam tindak pidana oleh pelakunya. Jika dasar hukumnya tidak jelas, ini jelas merupakan kriminalisasi literasi yang telah dibangun...
Menulis sepanjang Hayat