Dari kasus ini terlihat jelas bahwa negara ketakutan jika rakyat mulai berpikir berbeda dari narasi tunggal yang digunakan. Mereka merasa terancam. Padahal, sesuai Pasal 39 KUHAP, barang bukti seharusnya benda yang dipergunakan secara langsung dalam tindak pidana oleh pelakunya. Jika dasar hukumnya tidak jelas, ini jelas merupakan kriminalisasi literasi yang telah dibangun masyarakat selama ini.
Kasus seperti ini juga bukan pertama kali terjadi. Dalam buku The Book: A Global History disebutkan bahwa rezim otoriter modern selalu menggunakan dalih “melindungi masyarakat dari ajaran sesat atau hasutan” untuk menindas buku. Di Indonesia, praktik pelarangan buku sudah ada sejak zaman Demokrasi Terpimpin (1957–1965), dan semakin parah ketika militer mulai ikut campur dalam politik.
Contohnya, pada tahun 1957, militer melarang penerbitan 33 brosur Demokrasi Kita karya Mohammad Hatta, bahkan dimusnahkan karena isinya mengkritik pemerintah. Karya sastra pun banyak yang hilang. Tahun 1959, buku Hoakiau di Indonesia karya Pramoedya Ananta Toer dilarang dan penulisnya dipenjara selama setahun.
Memasuki Orde Baru, literasi semakin dikriminalisasi.
Penulis bisa dipenjara jika tulisannya tidak sesuai dengan pandangan
pemerintah. Buku yang dianggap mengganggu stabilitas negara, atau berbau kiri,
biasanya dimusnahkan. Karya Pramoedya Ananta Toer yang sebelumnya dilarang di
Demokrasi Terpimpin, pada zaman Orde Baru malah semakin keras penindakannya,
dituduh terlibat G30S/PKI. Contoh nyata, tahun 1989, Bambang Subono, Bonar
Tigor Naipospos, dan Bambang Isti Nugroho dipenjara lebih dari empat tahun hanya
karena kedapatan membawa Rumah
Kaca karya Pramoedya.
Intinya, sejak zaman Demokrasi Terpimpin hingga Orde Baru, buku yang tidak sejalan dengan pemerintah selalu menjadi sasaran tindakan represif dengan dalih keamanan atau stabilitas negara. Literasi, hak membaca, dan cara berpikir masyarakat terus dibatasi.
Hidup buku, hidup buku yang Melawan!!!
Daftar Pustaka
-
Yusuf, I. A., Adipura, W. M., dkk. (2010). Pelarangan Buku di Indonesia: Sebuah Paradoks Demokrasi dan Kebebasan Berekspresi. Jakarta: PR2Media.
-
Jaringan Kerja Budaya (ELSAM). (1999). Menentang Peradaban: Pelarangan Buku di Indonesia. Jakarta: ELSAM.
-
Suarez, M., & Woudhuysen, H. (Ed.). (2013). The Book: A Global History. Oxford: Oxford University Press.
-
Kompas.com. (2025, 18 September). Polisi Sita 11 Buku Diduga Berisi Paham Anarkisme dan Komunisme di Sidoarjo. Diakses dari https://www.kompas.com
.png)
Komentar
Posting Komentar