Langsung ke konten utama

Perpustakaan nasional dan taman Ismail Marzuki

 



Riuhnya hati di pagi hari, tanpa nyamuk yang menyapa diriku. Aku baru sadar matahari sudah terbit dengan anggunnya. Luar biasanya langit yang menyelimuti hati ku yang sedang sendu. Pada sekitar jam 8, kawanku menjemput-ku untuk pergi, sebelum sampai, kawanku sudah dipanggil sebentar oleh alam, membuang hajatnya. Aku menunggu dia sambil menemani biskuit. Saatnya kawanku tiba di rumahku, aku senang melihatnya, tapi mukanya agak menyedihkan. Aku bertanya kepadanya kenapa ia tidak semangat untuk hidup. Ia menjawab bahwa dia belum makan sejak semalam.


 Kemudian, setelah kawanku makan, kami berangkat menuju gedung yang penuh dengan ular baja setiap harinya. Setelah itu, kami menuju gedung Perpustakaan Nasional yang berada di Gondangdia. Di sana, kami membaca buku, tetapi entah kenapa, kawanku malah tertidur daripada membaca buku. Aku sibuk dengan buku yang kubaca. Ketika dia terbangun dari mimpinya karena aku memukul kepalanya, kami pun melanjutkan menjelajahi perpustakaan.


 Setelah itu, aku mengajaknya ke lantai paling atas sejauh harapanku padanya. Kami sangat menikmati keindahan kota Jakarta, meskipun banyak polusi yang membuat kami tidak bisa melihat laut.


 Selanjutnya, kami menuju Taman Ismail Marzuki di Cikini. Ketika sampai di sana, kawanku lapar dan membeli roti yang katanya seharga motor Supra, yang aku rasa itu berlebihan. Dia membelikan aku juga, dan kami makan bersama. Kemudian, kami menjelajahi taman itu, dan masuk ke gedung Perpustakaan Daerah Jakarta. Kami mengambil foto-foto di sana dan menikmati keindahan dari dalam gedung.


Setelah itu, kami pulang ke kota planet Mars sebelum magrib tiba, dan kami bergegas pulang. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Negeri yang Demam oleh Amarah

  Stres berkepanjangan membuat saya terus bertanya pada diri sendiri, mengapa kepala saya dipenuhi masalah dan ketakutan yang menghantui. Lemas dan letih rasanya menghadapi keadaan ini, apalagi melihat situasi yang genting. Kerusuhan dalam diri tak lagi bisa dibendung, penjara ketakutan telah merampas kebahagiaan saya. Ruang-ruang batin pun berantakan setelah hati dan pikiran saya dijarah oleh rasa takut. Berita televisi dan media sosial dipenuhi kecemasan. Kota terasa semakin tercekam oleh massa yang menyampaikan aspirasi kepada mereka yang duduk nyaman di kursi kekuasaan. Emosi membara, kemarahan muncul karena rakyat diremehkan oleh salah satu wakilnya yang seharusnya mewakili suara banyak orang. Massa aksi selayaknya semut-semut kecil, bergerombol lalu bubar ke segala arah tanpa tahu jalan pulang. Mereka berdiri berjam-jam hanya untuk mendengarkan teriakan sekawannya. Namun, tidak semua yang berkerumun murni menyuarakan aspirasi, ada provokator yang membuat keadaan semakin mence...

THR: Dari Mogok Buruh ke Proposal THR

  Bulan Ramadhan telah berakhir, dan saya merasa cukup senang menyambut hari Lebaran. Hari yang penuh kebersamaan itu akhirnya tiba, dan saya tidak sabar menunggu THR. Namun, saya sadar bahwa saya sudah bukan anak sekolah lagi, sekarang saya adalah seorang mahasiswa. Kata saudara saya, anak kuliah justru memiliki lebih banyak kebutuhan dibandingkan anak kecil atau anak sekolah. Tahun lalu saya masih mendapatkan THR, tetapi tahun ini saya tidak tahu apakah masih akan mendapatkannya. Saya butuh uang untuk membeli PDH Belistra dan himpunan, agar bisa segera melunasinya. Saya melihat para pekerja mendapatkan tunjangan hari raya berupa uang atau sembako, termasuk ayah saya. Tahu tidak kalau THR ini di tahun 1953 dulunya disebut Hadiah Lebaran atau Persekot Hari Raya? Saat itu, pemberian tersebut bersifat sukarela dari majikan sebagai bentuk kepedulian sosial. Pada tahun 1950-an, para buruh hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, dengan penghasilan yang bahkan tidak cukup untuk membeli ...

Semua Sudah Diatur, Tidak Perlu Dipikirkan

 Semua Sudah Diatur, Tidak Perlu Dipikirkan   Malam yang sunyi, saya kembali menulis. Kali ini, saya menulis tentang permasalahan kehidupan saya. Masalah hidup saya sama seperti masalah negeri ini. Dari ujung barat sampai timur, negeri ini dipenuhi oleh kicauan mahasiswa yang berteriak menuntut keadilan. Begitu pula saya, yang terus berteriak kepada hati saya sendiri, merasa bersalah atas perbuatan yang telah berlalu.   Iya, memang saya selalu menyesali setiap tindakan yang sudah terjadi. Namun, saya berpikir bahwa Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyesal ketika membuat UU TNI, yang kini membuat gaduh narasi di media sosial. Kerusuhan terjadi di mana-mana karena naskah yang dibuat terburu-buru. Saya tidak tahu apakah naskah itu benar-benar disusun berdasarkan proses demokrasi.   Saya mendukung undang-undang ini karena saya percaya bahwa undang-undang itu tidak akan merugikan rakyat, justru menguntungkan mereka. Namun, saya juga meragukan kemampuan seseor...