Langsung ke konten utama

Berjuanglah selagi bisa berdiri


Beberapa hari terakhir semenjak aku gagal dalam Seleksi Nasional Berbasis Prestasi atau SNBP, mental ini terguncang hebat karena kecewa, campur sedih, dan bingung. Usahaku selama tiga tahun terasa sia-sia, dalam mengejar nilai yang memuaskan. Tapi, aku telah berdamai dengan realita yang pahit ini dan menerimanya dengan lapang dada. Ketika takdir berkata lain, aku tidak bisa bertindak lagi. Merasa tak ada tujuan lagi dalam mencapai kebahagiaan batin, beberapa hari setelah kegagalan itu, aku bertemu dengan guru sejarah, yang memberi nasihat yang membuatku membangun kembali rasa optimis untuk bisa berkuliah di universitas negeri.


Aku bersyukur mengenal teman-teman di sekolah yang selalu memberikan dukungan moral dan semangat. Berkat dukungan itu, aku kembali menekan gas untuk mencapai impian dengan caraku sendiri dan kemampuanku sendiri. Dalam perjalanan mencapai impian, aku seringkali terdiam, terus-menerus berfikir sampai malam berganti pagi. Aku menemukan tali benang merahnya yaitu berjuang secara serius dan konsisten. Aku teringat akan perkataan tentang tujuan hidup yang dibagi menjadi tujuan dasar dan tujuan primer. Tujuan dasar adalah inti dalam hidup kita, tanpa memaksa kita terlibat dalam keinginan yang lebih. Contohnya, kita berkuliah di mana saja tanpa memandang universitas negeri atau swasta. Sementara tujuan primer memiliki nilai lebih dari tujuan inti, dengan keinginan yang tinggi. Dalam usaha mencapai tujuan, kita harus memprioritaskan tujuan primer terlebih dahulu.


Hidup penuh dengan tantangan. Manusia bertugas untuk berperang di medan perang, dan kita harus pandai membuat strategi dalam merancang misi atas niat kita. Sebelum raga kita terdampar di dalam tanah, kita harus melangkah sesuai keinginan dan keyakinan kita, tidak terpengaruh oleh perkataan orang lain. Biarlah kegagalan selalu muncul, tetapi jangan merasa gagal. Kegagalan adalah proses dalam hidup, dan pintu gerbang kesuksesan terbuka lebar. Tetaplah semangat, karena kegagalan adalah bagian dari proses menuju kesuksesan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Negeri yang Demam oleh Amarah

  Stres berkepanjangan membuat saya terus bertanya pada diri sendiri, mengapa kepala saya dipenuhi masalah dan ketakutan yang menghantui. Lemas dan letih rasanya menghadapi keadaan ini, apalagi melihat situasi yang genting. Kerusuhan dalam diri tak lagi bisa dibendung, penjara ketakutan telah merampas kebahagiaan saya. Ruang-ruang batin pun berantakan setelah hati dan pikiran saya dijarah oleh rasa takut. Berita televisi dan media sosial dipenuhi kecemasan. Kota terasa semakin tercekam oleh massa yang menyampaikan aspirasi kepada mereka yang duduk nyaman di kursi kekuasaan. Emosi membara, kemarahan muncul karena rakyat diremehkan oleh salah satu wakilnya yang seharusnya mewakili suara banyak orang. Massa aksi selayaknya semut-semut kecil, bergerombol lalu bubar ke segala arah tanpa tahu jalan pulang. Mereka berdiri berjam-jam hanya untuk mendengarkan teriakan sekawannya. Namun, tidak semua yang berkerumun murni menyuarakan aspirasi, ada provokator yang membuat keadaan semakin mence...

THR: Dari Mogok Buruh ke Proposal THR

  Bulan Ramadhan telah berakhir, dan saya merasa cukup senang menyambut hari Lebaran. Hari yang penuh kebersamaan itu akhirnya tiba, dan saya tidak sabar menunggu THR. Namun, saya sadar bahwa saya sudah bukan anak sekolah lagi, sekarang saya adalah seorang mahasiswa. Kata saudara saya, anak kuliah justru memiliki lebih banyak kebutuhan dibandingkan anak kecil atau anak sekolah. Tahun lalu saya masih mendapatkan THR, tetapi tahun ini saya tidak tahu apakah masih akan mendapatkannya. Saya butuh uang untuk membeli PDH Belistra dan himpunan, agar bisa segera melunasinya. Saya melihat para pekerja mendapatkan tunjangan hari raya berupa uang atau sembako, termasuk ayah saya. Tahu tidak kalau THR ini di tahun 1953 dulunya disebut Hadiah Lebaran atau Persekot Hari Raya? Saat itu, pemberian tersebut bersifat sukarela dari majikan sebagai bentuk kepedulian sosial. Pada tahun 1950-an, para buruh hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, dengan penghasilan yang bahkan tidak cukup untuk membeli ...

Semua Sudah Diatur, Tidak Perlu Dipikirkan

 Semua Sudah Diatur, Tidak Perlu Dipikirkan   Malam yang sunyi, saya kembali menulis. Kali ini, saya menulis tentang permasalahan kehidupan saya. Masalah hidup saya sama seperti masalah negeri ini. Dari ujung barat sampai timur, negeri ini dipenuhi oleh kicauan mahasiswa yang berteriak menuntut keadilan. Begitu pula saya, yang terus berteriak kepada hati saya sendiri, merasa bersalah atas perbuatan yang telah berlalu.   Iya, memang saya selalu menyesali setiap tindakan yang sudah terjadi. Namun, saya berpikir bahwa Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyesal ketika membuat UU TNI, yang kini membuat gaduh narasi di media sosial. Kerusuhan terjadi di mana-mana karena naskah yang dibuat terburu-buru. Saya tidak tahu apakah naskah itu benar-benar disusun berdasarkan proses demokrasi.   Saya mendukung undang-undang ini karena saya percaya bahwa undang-undang itu tidak akan merugikan rakyat, justru menguntungkan mereka. Namun, saya juga meragukan kemampuan seseor...