Langsung ke konten utama

Dewasa: yang selalu diinginkan saat masih kecil dan tidak seindah yang dipikirkan

By Rafif Abbas Pradana 



Masa dewasa, masa yang begitu kompleks dalam menjalani kehidupan. Ketika kita beranjak dewasa kita mengalami perbedaan yang begitu cepat. Perbedaan ini yang membuat kita merasakan lelahnya menjadi orang dewasa. Orang dewasa yang begitu sibuk dengan tujuannya kadang tidak sempat untuk bermain-main seperti saat masih kecil. Inilah yang membuat kita merasakan perbedaan tersebut.

Hidup begitu pekat dengan tanggung jawab yang ditanggung oleh orang dewasa. Sudah tidak belajar berjalan merangkak, sudah bisa berlari mengejar mimpinya yang ingin dicapai. Pikirannya sudah rumit memikirkan masa depan yang semakin hari semakin berat untuk dipikirkan. 

Ketika lulus SMA, saya merasakan beratnya menjadi orang dewasa yang baru lulus. Tidak ada lagi belajar di sekolah. Masa depan terbuka lebar sampai saya kewalahan untuk melangkah lebih jauh lagi. Kebingungan yang saya alami betul-betul membuat saya overthinking sepanjang malam. Pasalnya dunia ini semakin ketat dan berat untuk kita jalani. Saat anak-anak sedang bermain, saya sudah sibuk dengan segala macam masalah yang saya hadapi dan menatap masa depan yang begitu menakutkan (menurut saya). 

Saya terus berharap walau sedang mengalami ketidakpastian dalam hidup, saya harus percaya jika takdir selalu memihak kepada saya. Keyakinan saya begitu berat, seandainya pikiran ketidakpastian itu muncul, saya bertekad untuk melawannya agar bisa melihat dunia ini yang begitu indah. 

Masa anak-anak sudah selesai, mari kita gertakan jiwa kita untuk menghayati kehidupan yang begitu kejam ini, agar hidup kita lebih baik dalam melewati lika-liku kehidupan ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Negeri yang Demam oleh Amarah

  Stres berkepanjangan membuat saya terus bertanya pada diri sendiri, mengapa kepala saya dipenuhi masalah dan ketakutan yang menghantui. Lemas dan letih rasanya menghadapi keadaan ini, apalagi melihat situasi yang genting. Kerusuhan dalam diri tak lagi bisa dibendung, penjara ketakutan telah merampas kebahagiaan saya. Ruang-ruang batin pun berantakan setelah hati dan pikiran saya dijarah oleh rasa takut. Berita televisi dan media sosial dipenuhi kecemasan. Kota terasa semakin tercekam oleh massa yang menyampaikan aspirasi kepada mereka yang duduk nyaman di kursi kekuasaan. Emosi membara, kemarahan muncul karena rakyat diremehkan oleh salah satu wakilnya yang seharusnya mewakili suara banyak orang. Massa aksi selayaknya semut-semut kecil, bergerombol lalu bubar ke segala arah tanpa tahu jalan pulang. Mereka berdiri berjam-jam hanya untuk mendengarkan teriakan sekawannya. Namun, tidak semua yang berkerumun murni menyuarakan aspirasi, ada provokator yang membuat keadaan semakin mence...

THR: Dari Mogok Buruh ke Proposal THR

  Bulan Ramadhan telah berakhir, dan saya merasa cukup senang menyambut hari Lebaran. Hari yang penuh kebersamaan itu akhirnya tiba, dan saya tidak sabar menunggu THR. Namun, saya sadar bahwa saya sudah bukan anak sekolah lagi, sekarang saya adalah seorang mahasiswa. Kata saudara saya, anak kuliah justru memiliki lebih banyak kebutuhan dibandingkan anak kecil atau anak sekolah. Tahun lalu saya masih mendapatkan THR, tetapi tahun ini saya tidak tahu apakah masih akan mendapatkannya. Saya butuh uang untuk membeli PDH Belistra dan himpunan, agar bisa segera melunasinya. Saya melihat para pekerja mendapatkan tunjangan hari raya berupa uang atau sembako, termasuk ayah saya. Tahu tidak kalau THR ini di tahun 1953 dulunya disebut Hadiah Lebaran atau Persekot Hari Raya? Saat itu, pemberian tersebut bersifat sukarela dari majikan sebagai bentuk kepedulian sosial. Pada tahun 1950-an, para buruh hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, dengan penghasilan yang bahkan tidak cukup untuk membeli ...

Semua Sudah Diatur, Tidak Perlu Dipikirkan

 Semua Sudah Diatur, Tidak Perlu Dipikirkan   Malam yang sunyi, saya kembali menulis. Kali ini, saya menulis tentang permasalahan kehidupan saya. Masalah hidup saya sama seperti masalah negeri ini. Dari ujung barat sampai timur, negeri ini dipenuhi oleh kicauan mahasiswa yang berteriak menuntut keadilan. Begitu pula saya, yang terus berteriak kepada hati saya sendiri, merasa bersalah atas perbuatan yang telah berlalu.   Iya, memang saya selalu menyesali setiap tindakan yang sudah terjadi. Namun, saya berpikir bahwa Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyesal ketika membuat UU TNI, yang kini membuat gaduh narasi di media sosial. Kerusuhan terjadi di mana-mana karena naskah yang dibuat terburu-buru. Saya tidak tahu apakah naskah itu benar-benar disusun berdasarkan proses demokrasi.   Saya mendukung undang-undang ini karena saya percaya bahwa undang-undang itu tidak akan merugikan rakyat, justru menguntungkan mereka. Namun, saya juga meragukan kemampuan seseor...