Langsung ke konten utama

Student stories in semester 1



 Halo, perkenalkan saya Rafif Abbas Pradana dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, jurusan Pendidikan Sejarah. Sebelum posting sekarang ini, saya sudah beberapa kali berbagi cerita di sini. Pada masa itu, saya gagal masuk Universitas Padjadjaran (UNPAD) dan mencurahkan perasaan saya di sini. Walaupun rasa sakit karena tidak berhasil masuk UNPAD masih terasa, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA) menjadi obat bagi saya.


 Pengalaman saya di tahun 2024 sungguh luar biasa, penuh tantangan dan perjalanan yang tak terlupakan. Dari menyiapkan SNBP yang akhirnya gagal hingga mencoba jalur mandiri di UNJ yang hasilnya serupa. Akhirnya, UNTIRTA menerima saya dengan tangan terbuka. Saat ospek, saya mendapat banyak teman dari berbagai jurusan.


 Saya bisa bercerita dan perlahan-lahan menjalani fase adaptasi di lingkungan baru. Datang dari Bekasi ke Kota Serang, saya butuh waktu untuk terbiasa hidup sendiri. Awalnya, saya merasa stres karena tidak terbiasa, dan kerinduan terhadap keluarga menjadi teman sehari-hari. Namun, hari demi hari saya jalani dan syukuri semua keadaan.


 Setelah ospek dan menjalani perkuliahan, saya menghadapi titik terberat dalam hidup saya. Perubahan dari SMA ke dunia perkuliahan mengejutkan saya, terutama dengan tugas-tugas yang menumpuk dan materi yang jauh berbeda. Setiap mata kuliah memiliki tingkat kesulitan masing-masing. Salah satu mata kuliah yang membuat saya frustasi adalah Sejarah Prasejarah dan Hindu-Buddha. Ketika UTS, saya merasa tidak maksimal dan mulai overthinking tentang kemungkinan harus mengulang.


 Pernah suatu kali, karena terlalu stres dengan perkuliahan, saya memutuskan untuk berjalan kaki dari kampus FKIP UNTIRTA di Ciwaru menuju Banten Lama. Perjalanan itu saya mulai jam 9 malam, dan saya baru sampai di kosan pukul 4 pagi. Jaraknya jauh, tapi itu menjadi pengalaman tak terlupakan.


 Namun, di kelas, saya berusaha aktif bertanya dan berpendapat. Saya juga mengambil peran aktif dalam angkatan saya. Selain itu, saya bergabung dengan UKM Belistra (Bengkel Penulis dan Sastra), yang sesuai dengan minat saya pada sastra, terutama puisi. Saya juga terlibat dalam organisasi politik kampus, bahkan berani orasi saat demo. Pengalaman ini memberi saya kesempatan untuk menyuarakan keresahan rakyat, terutama dengan ide-ide dari Tan Malaka.


 Saya juga bergabung dengan komunitas jurnalistik dan, meskipun masih mahasiswa baru, saya dipercaya menjadi ketua. Hal ini membuka relasi saya dengan media berita lokal, bahkan saya mendapat kesempatan menulis di website kerja sama. Di luar kampus, saya bergabung dengan Komunitas Historical Bekasi. Di sana, saya bisa mengulas sejarah kampung halaman saya dan mencari relasi. Sebagai calon sejarawan, saya percaya penting untuk turun langsung ke masyarakat. Saya juga mewawancarai tokoh masyarakat di daerah saya melalui relasi dari organisasi ini. Saya juga mengikuti Latihan Kepemimpinan 2, yang membuka peluang bagi saya untuk belajar lebih banyak tentang organisasi dan kepemimpinan. 


 Untuk melatih kemampuan menulis, saya bergabung dengan Historical Meaning, di mana saya belajar menulis artikel sejarah dengan benar. Saya bahkan dibimbing dalam mengerjakan proyek tulisan yang akan diunggah di website. Sebelumnya, saya juga memiliki media daring bernama Rekam Sejarah dan pernah bergabung dengan berbagai media daring kesejarahan lainnya.


 Momen terbaik yang saya alami sejauh ini, pertama, adalah saat saya berhasil masuk UNTIRTA tanpa terduga. Kedua, saya mendapat kesempatan berbicara langsung dengan Peter carey ketika bertugas menjaga kegiatan jurnalistik jurusan Pendidikan Sejarah. Ketiga, saya bisa merasakan pengalaman-pengalaman yang belum pernah saya alami sebelumnya.


Walaupun saya mengalami fase down, saya tetap berdiri demi masa depan yang cerah!


[#kknevent5][#kilasbalik2024kkn]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Negeri yang Demam oleh Amarah

  Stres berkepanjangan membuat saya terus bertanya pada diri sendiri, mengapa kepala saya dipenuhi masalah dan ketakutan yang menghantui. Lemas dan letih rasanya menghadapi keadaan ini, apalagi melihat situasi yang genting. Kerusuhan dalam diri tak lagi bisa dibendung, penjara ketakutan telah merampas kebahagiaan saya. Ruang-ruang batin pun berantakan setelah hati dan pikiran saya dijarah oleh rasa takut. Berita televisi dan media sosial dipenuhi kecemasan. Kota terasa semakin tercekam oleh massa yang menyampaikan aspirasi kepada mereka yang duduk nyaman di kursi kekuasaan. Emosi membara, kemarahan muncul karena rakyat diremehkan oleh salah satu wakilnya yang seharusnya mewakili suara banyak orang. Massa aksi selayaknya semut-semut kecil, bergerombol lalu bubar ke segala arah tanpa tahu jalan pulang. Mereka berdiri berjam-jam hanya untuk mendengarkan teriakan sekawannya. Namun, tidak semua yang berkerumun murni menyuarakan aspirasi, ada provokator yang membuat keadaan semakin mence...

THR: Dari Mogok Buruh ke Proposal THR

  Bulan Ramadhan telah berakhir, dan saya merasa cukup senang menyambut hari Lebaran. Hari yang penuh kebersamaan itu akhirnya tiba, dan saya tidak sabar menunggu THR. Namun, saya sadar bahwa saya sudah bukan anak sekolah lagi, sekarang saya adalah seorang mahasiswa. Kata saudara saya, anak kuliah justru memiliki lebih banyak kebutuhan dibandingkan anak kecil atau anak sekolah. Tahun lalu saya masih mendapatkan THR, tetapi tahun ini saya tidak tahu apakah masih akan mendapatkannya. Saya butuh uang untuk membeli PDH Belistra dan himpunan, agar bisa segera melunasinya. Saya melihat para pekerja mendapatkan tunjangan hari raya berupa uang atau sembako, termasuk ayah saya. Tahu tidak kalau THR ini di tahun 1953 dulunya disebut Hadiah Lebaran atau Persekot Hari Raya? Saat itu, pemberian tersebut bersifat sukarela dari majikan sebagai bentuk kepedulian sosial. Pada tahun 1950-an, para buruh hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, dengan penghasilan yang bahkan tidak cukup untuk membeli ...

Semua Sudah Diatur, Tidak Perlu Dipikirkan

 Semua Sudah Diatur, Tidak Perlu Dipikirkan   Malam yang sunyi, saya kembali menulis. Kali ini, saya menulis tentang permasalahan kehidupan saya. Masalah hidup saya sama seperti masalah negeri ini. Dari ujung barat sampai timur, negeri ini dipenuhi oleh kicauan mahasiswa yang berteriak menuntut keadilan. Begitu pula saya, yang terus berteriak kepada hati saya sendiri, merasa bersalah atas perbuatan yang telah berlalu.   Iya, memang saya selalu menyesali setiap tindakan yang sudah terjadi. Namun, saya berpikir bahwa Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyesal ketika membuat UU TNI, yang kini membuat gaduh narasi di media sosial. Kerusuhan terjadi di mana-mana karena naskah yang dibuat terburu-buru. Saya tidak tahu apakah naskah itu benar-benar disusun berdasarkan proses demokrasi.   Saya mendukung undang-undang ini karena saya percaya bahwa undang-undang itu tidak akan merugikan rakyat, justru menguntungkan mereka. Namun, saya juga meragukan kemampuan seseor...