Aku sebenarnya Menyesal
Malam ini, dengan udara dingin di Kota Serang, aku ditemani oleh ketakutan akibat keriuhan pikiranku sendiri. Di kota ini, aku belajar sejarah. Sudah beberapa bulan berlalu, namun aku mulai merasa menyesal memilih jurusan ini. Aku berpikir bahwa aku telah salah langkah.
Dulu, aku mengira sejarah adalah sesuatu yang menyenangkan dan penuh kegembiraan. Namun, ketika sejarah menjadi tugas pokok, semua yang pernah kupikirkan seolah memudar. Apalagi aku orang yang pelupa—sulit sekali mengingat sesuatu. Sejarah begitu luas, dan itu membuatku bingung bagaimana cara belajar serta memahaminya. Aku dulu angkuh dan sombong, merasa bisa melewati semuanya. Namanya juga belum mengenal, masih bisa berlagak seperti profesor—"si ahli sejarah," kalau kata teman-teman SMA-ku dulu.
Aku sangat menyadari bahwa waktu tidak bisa diulang kembali. Ingin rasanya menangis, tapi aku teringat janjiku di hadapan laut yang luas. Aku pernah mengiyakan pilihan ini dengan penuh keyakinan terhadap potensi dan minat yang kupunya. Sebagai lelaki yang kuat (katanya), aku merasa harus berpikir lebih dalam lagi. Aku tidak bisa memilih kehidupan lain selain sejarah, dan aku juga tidak bisa mengubah jurusan. Satu-satunya yang bisa kulakukan adalah bertahan dengan pilihanku. Setiap hari, aku merasa takut akan kejutan masalah yang mungkin menimpaku.
Selain itu, aku masih belum bisa melupakan UNPAD sebagai pelabuhan impianku untuk belajar. Aku belum bisa menerima kenyataan, belum bisa berdamai dengan takdir yang telah terukir. Namun, jika dipikir kembali, apakah jika aku diterima di UNPAD aku tidak akan menyesal seperti sekarang? Rasanya iya. Karena ilmu sejarah di sana lebih sulit dibanding apa yang kupelajari di UNTIRTA. Entah kenapa hati ini rasanya sakit. Aku belum bisa memastikan apakah aku bisa menerima kenyataan ini.
Kalaupun aku ingin, aku masih bisa ikut UTBK lagi tahun ini. Tapi aku tidak ingin menyiksa diriku dengan ketidakpastian. Jika pun diterima, aku akan menghadapi fase adaptasi yang begitu melelahkan. Aku berpikir bahwa jika aku bisa melewati ini semua dan lulus sarjana, mungkin aku akan lebih tenang.
Sejak SMP, aku sudah mencemplungkan diri ke dunia sejarah. Aku bahkan membeli buku-buku karya sejarawan Barat serta buku tokoh Tan Malaka. Buku pertama yang kubeli adalah Naar de Republiek ( Menuju Negara Republik ). Buku itu yang membuatku jatuh cinta pada sejarah. Aku juga ikut serta dalam mendirikan organisasi kesejarahan dan bertemu banyak teman yang membawa arus semangatku. Awalnya, aku tertarik dengan sejarah G30S/PKI dan peristiwa 1965 karena penuh kontroversi. Dari sana, ketertarikanku melebar hingga ke seluruh peristiwa sejarah dunia. Namun, sekarang aku justru merasa bingung karena sejarah begitu luas. Motivasi yang dulu berkobar kini perlahan menyusut. Aku mulai merasa salah jurusan, padahal aku yang paling duluan menyukai sejarah.
Sekarang, aku merasa bodoh dan mulai melabeli diriku sebagai orang yang banyak bicara. Aku tidak mengerti mengapa aku ada di sini. Seolah dalam sekejap mata, aku tiba di Serang untuk belajar sejarah, tanpa bisa kembali ke masa lalu. Mungkin aku merasa menyesal seperti ini karena batinku lelah menghadapi tugas. Aku merasa banyak beban pikiran yang menggangguku, seakan-akan aku terjebak dalam pilihanku sendiri. Aku selalu serius mendalami sejarah, tetapi justru terlalu overthinking dalam melihat situasi yang menurutku mengancam diriku. Aku jujur takut tidak bisa memahami materi, takut tidak bisa mengerjakan tugas UAS dan PAS, serta takut harus mengulang mata kuliah.
Dari semua itu, aku bersyukur memiliki teman-teman yang selalu memberikan nasihat dan dukungan saat aku merasa gagal. Kehangatan mereka membuatku merasa memiliki keluarga di sini. Aku senang karena banyak yang peduli dengan apa yang kurasakan.
Aku yakin, aku bisa melewati semua ini dengan penuh semangat. Aku selalu ingat cita-citaku—menjadi pegawai museum dan peneliti. Itulah yang membuatku kuat, karena aku memiliki harapan yang harus direalisasikan. Meski batinku sering berguncang hebat akibat benturan takdir yang tak kuduga, aku tetap berusaha memahami situasi yang ada.

SEMANGAT ABBASS
BalasHapus