Langsung ke konten utama

Dysphoria Menanti Kehampaan

++

14 persen bateraiku yang ku punya sekarang. Tidak menutup kemungkinan hidupku hanya sebentar lagi. Mungkin semesta tidak mengetahui bahwa menyimpan banyak duka, ketakutan dan kegetiran. Tidak banyak orang tahu kalau aku udah tidak waras lagi, dan sudah mendekatinya kematian.

 Aku tersisa raganya saja sebetulnya. Jiwanya sudah melayang dan terpotong-potong oleh pisau yang ku genggam sekarang. Genggamanku begitu kuat untuk ku memulai memotong-motong seluruh tubuhku. Aku sendiri tanpa siapapun pun yang ku sebutkan dalam amarah saya. 

Aku sendiri tidak tahu mengapa aku sekarang di posisi tidak nyaman ini. Aku tidak mau seperti sekarang. Banyak gemuruh dari penjuru arah. Aku benar-benar ketakutan sekarang, aku ingin mengakhiri semua cerita yang sudah aku rajut sejak lama. 

Aku berhenti bercerita berpura-pura bahagia yang ternyatanya aku menumpahkan darah ku sendiri dengan pisau yang ku pegang. Dan aku melukai sendiri dengan penuh kesengajaan tanpa merasa takut sakit ketika melukai. 

Aku sengaja memulai sendiri karena aku muak dengan aku selalu disakitin oleh suatu hal yang tidak bisa ku kendalikan. Aku merasa diriku selalu salah selalu sial dalam hidupku ini. Gimana mau berliku positif kalau aku terus terjatuh ke jurang yang paling dalam. Arah kejatuhan ku mengarah kehampaan. Disitulah aku menunggu kehampaan hadir dalam hidupku.

 Tidak ada suara bising, tidak ada masalah yang membuat ku merasa sial. Sial hidupku dan aku menyesal hidup. Hidup ini selalu mengajarkan kepada diriku sendiri untuk bisa sabar dalam menjalani hidup. 

Aku tak butuh sabar aku butuh dimengerti oleh dunia ini, kapan aku dimengerti dan kapan aku dipahami oleh dunia ini, aku selalu dianggap sebagai wajah yang gagal. Selalu tercukur tersenyum pahit yang dipenuhi oleh dosa yang ku embat. Aku bingung dengan kata-kata yang ku lontarkan. 

Aku merasa hidup ku ini hanyalah tempat penculikan yang disiksa di memainkan dan dibuat sirkus oleh banyak orang. Banyak orang tertawa melihatku menjadi badut dunia. Tertawa-tawa meloncati penderitaan yang ku alami hanya demi di akui oleh banyak orang. Orang tidak penduli dengan kondisi aku yang teramat sial ini. Aku sendiri berdiri di atas menara nestapa.

Nama Penulis: Tak Diketahui

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Negeri yang Demam oleh Amarah

  Stres berkepanjangan membuat saya terus bertanya pada diri sendiri, mengapa kepala saya dipenuhi masalah dan ketakutan yang menghantui. Lemas dan letih rasanya menghadapi keadaan ini, apalagi melihat situasi yang genting. Kerusuhan dalam diri tak lagi bisa dibendung, penjara ketakutan telah merampas kebahagiaan saya. Ruang-ruang batin pun berantakan setelah hati dan pikiran saya dijarah oleh rasa takut. Berita televisi dan media sosial dipenuhi kecemasan. Kota terasa semakin tercekam oleh massa yang menyampaikan aspirasi kepada mereka yang duduk nyaman di kursi kekuasaan. Emosi membara, kemarahan muncul karena rakyat diremehkan oleh salah satu wakilnya yang seharusnya mewakili suara banyak orang. Massa aksi selayaknya semut-semut kecil, bergerombol lalu bubar ke segala arah tanpa tahu jalan pulang. Mereka berdiri berjam-jam hanya untuk mendengarkan teriakan sekawannya. Namun, tidak semua yang berkerumun murni menyuarakan aspirasi, ada provokator yang membuat keadaan semakin mence...

THR: Dari Mogok Buruh ke Proposal THR

  Bulan Ramadhan telah berakhir, dan saya merasa cukup senang menyambut hari Lebaran. Hari yang penuh kebersamaan itu akhirnya tiba, dan saya tidak sabar menunggu THR. Namun, saya sadar bahwa saya sudah bukan anak sekolah lagi, sekarang saya adalah seorang mahasiswa. Kata saudara saya, anak kuliah justru memiliki lebih banyak kebutuhan dibandingkan anak kecil atau anak sekolah. Tahun lalu saya masih mendapatkan THR, tetapi tahun ini saya tidak tahu apakah masih akan mendapatkannya. Saya butuh uang untuk membeli PDH Belistra dan himpunan, agar bisa segera melunasinya. Saya melihat para pekerja mendapatkan tunjangan hari raya berupa uang atau sembako, termasuk ayah saya. Tahu tidak kalau THR ini di tahun 1953 dulunya disebut Hadiah Lebaran atau Persekot Hari Raya? Saat itu, pemberian tersebut bersifat sukarela dari majikan sebagai bentuk kepedulian sosial. Pada tahun 1950-an, para buruh hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, dengan penghasilan yang bahkan tidak cukup untuk membeli ...

Semua Sudah Diatur, Tidak Perlu Dipikirkan

 Semua Sudah Diatur, Tidak Perlu Dipikirkan   Malam yang sunyi, saya kembali menulis. Kali ini, saya menulis tentang permasalahan kehidupan saya. Masalah hidup saya sama seperti masalah negeri ini. Dari ujung barat sampai timur, negeri ini dipenuhi oleh kicauan mahasiswa yang berteriak menuntut keadilan. Begitu pula saya, yang terus berteriak kepada hati saya sendiri, merasa bersalah atas perbuatan yang telah berlalu.   Iya, memang saya selalu menyesali setiap tindakan yang sudah terjadi. Namun, saya berpikir bahwa Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyesal ketika membuat UU TNI, yang kini membuat gaduh narasi di media sosial. Kerusuhan terjadi di mana-mana karena naskah yang dibuat terburu-buru. Saya tidak tahu apakah naskah itu benar-benar disusun berdasarkan proses demokrasi.   Saya mendukung undang-undang ini karena saya percaya bahwa undang-undang itu tidak akan merugikan rakyat, justru menguntungkan mereka. Namun, saya juga meragukan kemampuan seseor...