Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2025

Melambai pada Senja yang Pulang

Gambar
  Melambai pada Senja yang Pulang Rafif Abbas Pradana   Di kereta listrik buatan Jepang. Aku sedang menikmati sorenya Bekasi dari jendela kereta. Sore itu begitu indah lanskapnya, namun tidak dengan hati ini. Hati itu berwarna senja yang redup, bukan karena matahari terbenam dan bukan karena malam tiba. Tapi karena awan-awan mendung datang tanpa diminta. Awalnya, awan-awan itu datang dengan lembut tanpa melukai hatiku. Kecurigaan hatiku kepada awan itu amat besar, karena nampak merugikan. Senyum, namun matanya tajam menatap serius. Dengan niat sembunyi yang hatiku sendiri tidak ketahui. Ternyata di balik senyumnya ada petir yang menyambar hatiku secara keras karena awan marah tidak direspons atau diperhatikan, betapa sakit rasanya. Akhirnya pedih datang. Keindahan senja dan hati perih bersamaan dalam satu waktu. Sakit rasanya melihat hatiku berdarah karena tersambar petir. Namun ada senja yang menghiburku selama perjalanan. Di situlah aku cukup tenang menikmati eloknya...

Gemuruh Sunyi

Gambar
  Di tanah para Manusia tidak mendapatkan keadilan dalam kehidupannya. Tanah itu adalah Rangkasbitung, Lebak, Banten. Tanah ini sudah sejak lama memiliki sejarah yang tidak boleh diabaikan begitu saja. Rangkas mengingatkanku kepada cerita Multatuli sebagai pelopor pergerakan. Namanya yang mempunyai arti "aku telah banyak menderita" (dari bahasa Latin). Namanya tercantum dalam buku Max Havelaar yang diterbitkan pada tahun 1860. Buku itu menjadi tanda tanya besar atas keadaan saat itu, menggambarkan kebutaan penguasa yang tidak melihat rakyat sebagai manusia. Mereka melihat rakyat sebagai binatang yang terus diperas tanpa adanya tanda peringatan untuk berhenti. Nama samaran itu berbicara sebagai perlawanan terhadap sistem tanam paksa ( cultuurstelsel ) yang dibanggakan oleh kolonial Belanda. Melawan dengan pikiran itu menembus ke seluruh dunia. Dan kemudian dunia sadar bahwa Rangkasbitung mengalami kanker ketidakadilan yang sudah akut. Hanya bisa disembuhkan melalui kesadaran...

Surat dari sang raja katanya

Gambar
Cahaya malam menyinari kisah cinta kita selama ini. Adegan pewayangan cinta kita berlangsung megah dan meriah di atas bukit kesetiaan. Aku dan kamu—jika saja aku tidak melepaskan pada malam itu. Aku tak akan memaafkan diriku hingga kini. Sebenarnya, aku belum benar-benar melepaskan. Cinta itu masih kusimpan baik-baik, dan aku sembuh perlahan lewat nyanyian merdumu yang diam-diam kuputar sendiri. Aku sadar, hubungan mesra ini tak bisa bertahan hanya dengan genggaman tanganku. Namun satu hal yang selalu ingin kukatakan: aku tak pernah sekalipun menggugurkan cintaku dari jantungku. Seluruh lelah yang kutanggung, hanya untuk menunjukkan bahwa aku tetap tegar—agar bisa menjadi bagian dari hatimu. Mati dan hidup, langit dan lautan, aku dan kamu—semuanya telah dinobatkan sebagai mukjizat yang sudah ada sejak dulu. Sesuatu yang seharusnya dijaga, dirawat. Tapi penyesalanku adalah satu: aku gagal menjadi calon pemimpinmu. Kini, aku hanya berdiri di persimpangan jalan, hanya bisa melihatmu dari ...

Aku Membayangkan Manusia Berdialog dengan Sejarah

Gambar
( Gambar: Pribadi ) Semester dua, sudah hampir aku lewati. Namun, aku belum menemukan setitik bayanganku sewaktu aku duduk di bangku sekolah. Di saat itu, aku membayangkan bahwa seluruh teman-temanku, kakak tingkatku, di waktu senggangnya membicarakan, mendiskusikan sejarah. Budaya historis melekat di dalam keseharian mereka karena sudah menjadi bagian dari pendidikan sejarah. Namun, aku belum menemukan itu saat aku menjadi bagian dari lingkungan ini. Mungkin bayanganku terlalu berlebihan. Bayangan pada saat itu indah untuk mengantarkanku kepada keingintahuanku terhadap sejarah. Sayangnya, bayang tetaplah bayang; hanya bisa diingat namun tidak bisa dipegang. Tidak bisa terwujud atas kehendakku sendiri. Sejarah identik dengan hafalan tanpa akhir. Angka, tahun, nama, dalam putaran yang tak ada habisnya. Tampaknya membosankan ketika sejarah dibawa ke jalan yang sepi, tanpa dialog, tanpa diskusi lebih lanjut. Sejarah hanya berada dalam diskusi di kelas kuliah saja. Padahal, sejarah terbu...