Langsung ke konten utama

Sejarah Adalah Rumah, Aku Penghuninya

 


Sekarang, saya mulai terpikir untuk bergerak mendapatkan apa yang selama ini saya inginkan. Satu hal yang ingin saya capai: melestarikan ide-ide saya dalam bentuk yang lebih luas, terutama di bidang sejarah. Sejak SMP, saya ingin menjadikan diri saya sebagai seseorang yang dikenal karena menyebarkan dan menelaah sejarah. Langkah awalnya adalah membuat dan menjalankan sebuah komunitas sejarah. Komunitas yang saya jalankan ini bernama Rekam Sejarah.

Saya juga bergabung dengan himpunan di jurusan saya, sebuah wadah yang membuat saya belajar mengelola konten dengan baik. Di himpunan tersebut, saya menjadi penanggung jawab agenda History Information, yaitu program penyebaran sejarah lewat konten kreatif dalam bentuk artikel dan video yang menarik.

Dari pengalaman itu, saya menyadari bahwa saya membutuhkan pondasi yang matang: niat yang baik dan kesederhanaan. Niat yang baik berarti niat yang lurus, dari awal hingga pencapaian itu terwujud, lalu dikembangkan lebih lanjut. Kesederhanaan berarti menargetkan tujuan jangka pendek yang masuk akal, tidak terburu-buru mencapai target, serta hemat dalam perkataan. Saya harus mampu menentukan target yang memiliki peluang besar dan realistis, tanpa menaruh ekspektasi terlalu tinggi sebelum benar-benar mengenal kemampuan diri dan membaca peluang yang ada.

Jika kedua hal itu bisa saya jalankan, saya ingin mengembangkan kemampuan penulisan lewat komunitas yang dapat menampung ide-ide dan mengasah keterampilan saya. Misalnya, saya masuk UKM Bengkel Penulisan dan Sastra (Belistra), komunitas jurnalistik tingkat jurusan dan fakultas, serta bergabung dengan Historical Meaning (HM). UKM Belistra menjadi wadah untuk menulis lebih giat dan menemukan gaya bahasa yang cocok bagi saya. Apalagi saya menyukai puisi, prosa, dan cerpen. Ini menjadi bekal untuk menyebarkan sejarah lewat media sastra, media yang menarik banyak mata karena bahasanya yang tidak kaku dan mudah dipahami.

Saya juga belajar jurnalistik di tingkat jurusan maupun fakultas. Saya menulis berita sambil melatih kemampuan menulis dan menganalisis. Dengan menulis setiap hari tentang berbagai kegiatan kampus, saya dapat menuangkan ide-ide dan membiasakan diri menulis secara konsisten.

Selain itu, saya mengembangkan jaringan yang saya miliki. Jaringan, menurut saya, penting karena saya bisa berkembang melalui kolaborasi dan diskusi dengan teman-teman maupun para pakar dari berbagai kalangan, terutama sejarawan dan penulis andal. Ini menjadi peluang besar untuk belajar. Saya bergabung di Kubah Budaya dan menjadi pengurus di Asosiasi Konten Kreator Indonesia, tempat saya dapat berkontribusi dengan cara yang baik. Saya juga aktif di Historical Bekasi, komunitas yang mempelajari sejarah daerah saya.

Saya berharap semua jaringan yang sudah saya bangun dapat saya manfaatkan sebaik-baiknya. Dengan komunikasi yang intens dan penuh percaya diri, saya yakin banyak peluang akan terbuka. Apalagi saya berada di Pendidikan Sejarah, tempat berkumpulnya banyak orang hebat. Ini bisa menjadi ladang ilmu, baik di ruang kelas maupun di ruang diskusi informal.

Dari semua yang saya miliki, saya ingin menciptakan gebrakan yang belum pernah diduga orang. Ide yang orisinal, unik, dan menarik. Saya membutuhkan kekuatan yang paling dalam, terutama dari diri sendiri. Saya akan memulainya dengan hal-hal sederhana: membuat artikel pendek, atau konten video yang menggugah orang untuk memahami apa yang saya sampaikan. Selama saya bersungguh-sungguh, saya yakin akan menemukan hal-hal baru yang belum pernah saya temui sebelumnya.

Sejarah selalu memanggil hati saya untuk berpikir: memulai dari masa lalu, bersungguh-sungguh di masa kini, demi masa depan yang cerah dan bermakna. Saya teringat kata E.H. Carr dalam bukunya Apa Itu Sejarah: “Sejarah adalah dialog yang tidak pernah selesai antara masa kini dan masa lampau.” Inilah pelopor semangat saya untuk terjun ke dunia sejarah dan mempertahankan jalan yang sudah saya pilih.

Saya belajar tentang masa lalu dengan penuh kontekstual dan menganggapnya sebagai guru bagi masa kini dan masa depan. Saya berdialog dengan masa lalu melalui pembacaan sumber-sumber sejarah, lalu menginterpretasikannya di masa sekarang sebagai inspirasi bagi masa depan. Dialog ini tidak akan pernah berhenti sebelum cinta saya pada sejarah padam.

Orang-orang masa lalu tidak berbicara secara langsung, tapi menyampaikan pesan melalui tindakan, tulisan, atau benda. Dari kesalahan dan keberhasilan mereka di dalam lingkar sejarah yang juga dibicarakan oleh para pemikir besar, kita bisa menyelesaikan persoalan masa kini. Masa depan dipetakan dari analisis masa kini dan masa lalu, demi terciptanya masa depan yang lebih baik.

Inilah yang terus saya pelajari melalui upaya mengajarkan sejarah kepada masyarakat luas. Belajar dan menyebarkan sejarah itu menyenangkan. Jika saya berhasil, berarti saya mampu. Jika saya gagal, saya belajar dari kegagalan itu. Saya memperbaiki kekurangan diri, misalnya dengan lebih teliti pada penulisan dan sumber.

Dengan semua rancangan ini, saya bisa melangkah dengan tenang tanpa takut gagal. Dengan jaringan dan kemampuan yang saya miliki, saya akan tetap berada di jalur keteguhan hati. Tanpa niat yang kuat, saya hanya akan menjadi kata-kata di kertas putih, tanpa makna, tanpa hasil. Namun, karena kecintaan saya pada sejarah, saya percaya bisa sukses.

Sejarah membuat saya tidak pernah lupa untuk bangkit dan melawan hambatan, termasuk rasa tidak mampu dan kurang percaya diri. Pisau berpikir saya akan selalu membedah masa lalu untuk menorehkan makna di masa kini. Apa yang saya temukan hari ini akan saya sebar lewat jaringan yang saya punya. Hasil kerja saya bisa menginspirasi orang-orang di masa depan, sekaligus membantu meramalkan pola masa lalu agar kita lebih bijak dalam memandang masa depan. Saya akan terus berupaya menjadi manusia yang memiliki rasa sejarah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Negeri yang Demam oleh Amarah

  Stres berkepanjangan membuat saya terus bertanya pada diri sendiri, mengapa kepala saya dipenuhi masalah dan ketakutan yang menghantui. Lemas dan letih rasanya menghadapi keadaan ini, apalagi melihat situasi yang genting. Kerusuhan dalam diri tak lagi bisa dibendung, penjara ketakutan telah merampas kebahagiaan saya. Ruang-ruang batin pun berantakan setelah hati dan pikiran saya dijarah oleh rasa takut. Berita televisi dan media sosial dipenuhi kecemasan. Kota terasa semakin tercekam oleh massa yang menyampaikan aspirasi kepada mereka yang duduk nyaman di kursi kekuasaan. Emosi membara, kemarahan muncul karena rakyat diremehkan oleh salah satu wakilnya yang seharusnya mewakili suara banyak orang. Massa aksi selayaknya semut-semut kecil, bergerombol lalu bubar ke segala arah tanpa tahu jalan pulang. Mereka berdiri berjam-jam hanya untuk mendengarkan teriakan sekawannya. Namun, tidak semua yang berkerumun murni menyuarakan aspirasi, ada provokator yang membuat keadaan semakin mence...

THR: Dari Mogok Buruh ke Proposal THR

  Bulan Ramadhan telah berakhir, dan saya merasa cukup senang menyambut hari Lebaran. Hari yang penuh kebersamaan itu akhirnya tiba, dan saya tidak sabar menunggu THR. Namun, saya sadar bahwa saya sudah bukan anak sekolah lagi, sekarang saya adalah seorang mahasiswa. Kata saudara saya, anak kuliah justru memiliki lebih banyak kebutuhan dibandingkan anak kecil atau anak sekolah. Tahun lalu saya masih mendapatkan THR, tetapi tahun ini saya tidak tahu apakah masih akan mendapatkannya. Saya butuh uang untuk membeli PDH Belistra dan himpunan, agar bisa segera melunasinya. Saya melihat para pekerja mendapatkan tunjangan hari raya berupa uang atau sembako, termasuk ayah saya. Tahu tidak kalau THR ini di tahun 1953 dulunya disebut Hadiah Lebaran atau Persekot Hari Raya? Saat itu, pemberian tersebut bersifat sukarela dari majikan sebagai bentuk kepedulian sosial. Pada tahun 1950-an, para buruh hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, dengan penghasilan yang bahkan tidak cukup untuk membeli ...

Semua Sudah Diatur, Tidak Perlu Dipikirkan

 Semua Sudah Diatur, Tidak Perlu Dipikirkan   Malam yang sunyi, saya kembali menulis. Kali ini, saya menulis tentang permasalahan kehidupan saya. Masalah hidup saya sama seperti masalah negeri ini. Dari ujung barat sampai timur, negeri ini dipenuhi oleh kicauan mahasiswa yang berteriak menuntut keadilan. Begitu pula saya, yang terus berteriak kepada hati saya sendiri, merasa bersalah atas perbuatan yang telah berlalu.   Iya, memang saya selalu menyesali setiap tindakan yang sudah terjadi. Namun, saya berpikir bahwa Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyesal ketika membuat UU TNI, yang kini membuat gaduh narasi di media sosial. Kerusuhan terjadi di mana-mana karena naskah yang dibuat terburu-buru. Saya tidak tahu apakah naskah itu benar-benar disusun berdasarkan proses demokrasi.   Saya mendukung undang-undang ini karena saya percaya bahwa undang-undang itu tidak akan merugikan rakyat, justru menguntungkan mereka. Namun, saya juga meragukan kemampuan seseor...