Langsung ke konten utama

Remaja dengan perasaannya

 Remaja dengan perasaannya 





By Rafif Abbas pradana


Hati yang sembunyi dari derasnya arus sungai, berputar-putar memikirkan dia yang belum aku kenal sebelumnya. Hanya sebatas mengagumi tetapi rasanya sakit. Aku pun menenangkan diriku dari kegelisahan hati yang sampai sekarang masih gejolak. "Bangsat-lah kenapa hidup gw kayak gini ketika dibenturkan oleh perasaan yang nggak jelas awalnya dari mana" kataku ku sambil merenung letih. Dipendam salah, tidak dipendam juga takutnya tidak sesuai ekspektasi, yang pada akhirnya menyesal mengungkap perasaan cinta ini kepadanya.


Sejujurnya ingin sekali mengungkapkannya perasaan ini, akan tetapi sadar dengan diri ini yang masih kurang untuk mendapatkan cinta dia. Hanya sebatas melihat dan mendengar nama dia, aku sudah senang. Aku cuman menunggu keajaiban, keajaiban yang menemukan diriku kepadanya. Dalam pikiran ku yang seperti ini, hanya sebatas impian belaka yang tak ada artinya. Merasa aku ini susah untuk mendekati dia, meskipun hanya sebatas ngobrol. Hal itu mudah dilakukan tapi aku yang melakukannya sungguh susah banget.


Ketika melihat dia, aku pengen banget untuk mendapatkan hatinya, pengen banget untuk sekedar berbincang-bincang hangat. Aku cuman bisa diam memandang dia dari dekat atau jauh tapi terasa jauh untuk mendekati dia. Mungkin aku cari waktu yang tepat untuk mengungkapkan secara langsung, bahwa aku cinta secara serius. Sungguh dia sangat cantik, namanya selalu aku kenang selalu dalam hidupku, walau aku tak bisa bersamanya. Kata "gpp" selalu ada di atas kepala. semesta akan menciptakan sebuah kejutan untukku di masa depan.


Untuk terakhir dalam tulisan ini, aku hanya bisa berdoa untuknya  dan aku akan berusaha untuk menjadi manusia yang berguna, yang bisa membanggakan orang tua dan khususnya diriku sendiri. Semesta tak mengizinkan diriku bersamanya, tapi semesta sudah membuat yang terbaik untuk hidupku, jauh lebih baik dari ini. Akan ada dia yang akan menemani perjuangan dalam hidup ini. menurutku hidup ini kejam, Karena hidup ini kejam, maka dari itu aku akan berjuang sekuat tenaga ku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Negeri yang Demam oleh Amarah

  Stres berkepanjangan membuat saya terus bertanya pada diri sendiri, mengapa kepala saya dipenuhi masalah dan ketakutan yang menghantui. Lemas dan letih rasanya menghadapi keadaan ini, apalagi melihat situasi yang genting. Kerusuhan dalam diri tak lagi bisa dibendung, penjara ketakutan telah merampas kebahagiaan saya. Ruang-ruang batin pun berantakan setelah hati dan pikiran saya dijarah oleh rasa takut. Berita televisi dan media sosial dipenuhi kecemasan. Kota terasa semakin tercekam oleh massa yang menyampaikan aspirasi kepada mereka yang duduk nyaman di kursi kekuasaan. Emosi membara, kemarahan muncul karena rakyat diremehkan oleh salah satu wakilnya yang seharusnya mewakili suara banyak orang. Massa aksi selayaknya semut-semut kecil, bergerombol lalu bubar ke segala arah tanpa tahu jalan pulang. Mereka berdiri berjam-jam hanya untuk mendengarkan teriakan sekawannya. Namun, tidak semua yang berkerumun murni menyuarakan aspirasi, ada provokator yang membuat keadaan semakin mence...

THR: Dari Mogok Buruh ke Proposal THR

  Bulan Ramadhan telah berakhir, dan saya merasa cukup senang menyambut hari Lebaran. Hari yang penuh kebersamaan itu akhirnya tiba, dan saya tidak sabar menunggu THR. Namun, saya sadar bahwa saya sudah bukan anak sekolah lagi, sekarang saya adalah seorang mahasiswa. Kata saudara saya, anak kuliah justru memiliki lebih banyak kebutuhan dibandingkan anak kecil atau anak sekolah. Tahun lalu saya masih mendapatkan THR, tetapi tahun ini saya tidak tahu apakah masih akan mendapatkannya. Saya butuh uang untuk membeli PDH Belistra dan himpunan, agar bisa segera melunasinya. Saya melihat para pekerja mendapatkan tunjangan hari raya berupa uang atau sembako, termasuk ayah saya. Tahu tidak kalau THR ini di tahun 1953 dulunya disebut Hadiah Lebaran atau Persekot Hari Raya? Saat itu, pemberian tersebut bersifat sukarela dari majikan sebagai bentuk kepedulian sosial. Pada tahun 1950-an, para buruh hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, dengan penghasilan yang bahkan tidak cukup untuk membeli ...

Semua Sudah Diatur, Tidak Perlu Dipikirkan

 Semua Sudah Diatur, Tidak Perlu Dipikirkan   Malam yang sunyi, saya kembali menulis. Kali ini, saya menulis tentang permasalahan kehidupan saya. Masalah hidup saya sama seperti masalah negeri ini. Dari ujung barat sampai timur, negeri ini dipenuhi oleh kicauan mahasiswa yang berteriak menuntut keadilan. Begitu pula saya, yang terus berteriak kepada hati saya sendiri, merasa bersalah atas perbuatan yang telah berlalu.   Iya, memang saya selalu menyesali setiap tindakan yang sudah terjadi. Namun, saya berpikir bahwa Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyesal ketika membuat UU TNI, yang kini membuat gaduh narasi di media sosial. Kerusuhan terjadi di mana-mana karena naskah yang dibuat terburu-buru. Saya tidak tahu apakah naskah itu benar-benar disusun berdasarkan proses demokrasi.   Saya mendukung undang-undang ini karena saya percaya bahwa undang-undang itu tidak akan merugikan rakyat, justru menguntungkan mereka. Namun, saya juga meragukan kemampuan seseor...