Postingan

Jendela Rumahku

Gambar
 Jendela Rumahku Di malam hari, dengan kesepiannya. Tidak ada suara-suara di luar rumahku. Hanya suara kipas angin dan isi hatiku yang sibuk. Setiap sudut rumah terasa gelap oleh cahaya lampu kuning yang menggantung lesu. Tidak terlalu terang, tidak juga sepenuhnya gelap. Cukup untukku membaca puisi kemarin malam. Aku berjalan, berputar-putar mengelilingi tiap sudut rumah tanpa alasan yang jelas. Mungkin hatiku yang bersisik itu membuatku melangkah tanpa arah. Sampai akhirnya aku berhenti di depan jendela. Aku memandangi jendela itu. Tertutup rapat, sama seperti pintu-pintu dalam rumah ini. Dan aku merasa, jendela itu seperti diriku. Tertutup oleh banyak hal dari dunia luar. Cerita-cerita yang kumiliki kusimpan sendiri, tak banyak yang tahu. Aku pun sulit berinteraksi dengan orang lain—seperti jendela yang tak pernah dibuka. Kaca jendela itu memantulkan wajah kusam ku  Dengan nuansa gelap malam yang merayap ke dalam. Aku melihat bayangan diriku sendiri. Terdiam. Ingin berbicar...

Melati

Gambar
  Ketika kemarin saya baru saja pulang dari danau di dekat rumahku, aku berjalan pelan menyusuri jalan setapak, membiarkan pikiranku kosong sambil menikmati angin sore. Hari itu terasa damai. Hening. Namun, bukan hanya keheningan yang membuatku merasa tenang. Ada aroma bunga yang menyelinap pelan ke dalam napasku. Awalnya kupikir itu aroma mawar. Karena memang ada pohon mawar yang rindang di pinggir jalan, dengan ratusan bunga yang mekar serempak. Indah, seolah-olah saling bekerja sama memperlihatkan pesonanya. Tapi bukan itu. Bukan mawar. Aroma itu lebih lembut, lebih halus, dan lebih tajam di ingatan. Itu aroma melati. Saat aku menyadarinya, langkahku terhenti. Aroma itu menusuk pelan ke dalam dada. Seolah menyentuh bagian yang selama ini lupa disentuh. Aku menghirupnya dalam-dalam. Rasanya hidup ini perlu berhenti sebentar. Untuk diam. Untuk meresapi kesegaran aroma melati yang membelai hati dengan cara yang sederhana. Meluruhkan kekacauan yang menumpuk di kepala. Membuat pana...

Melambai pada Senja yang Pulang

Gambar
  Melambai pada Senja yang Pulang Rafif Abbas Pradana   Di kereta listrik buatan Jepang. Aku sedang menikmati sorenya Bekasi dari jendela kereta. Sore itu begitu indah lanskapnya, namun tidak dengan hati ini. Hati itu berwarna senja yang redup, bukan karena matahari terbenam dan bukan karena malam tiba. Tapi karena awan-awan mendung datang tanpa diminta. Awalnya, awan-awan itu datang dengan lembut tanpa melukai hatiku. Kecurigaan hatiku kepada awan itu amat besar, karena nampak merugikan. Senyum, namun matanya tajam menatap serius. Dengan niat sembunyi yang hatiku sendiri tidak ketahui. Ternyata di balik senyumnya ada petir yang menyambar hatiku secara keras karena awan marah tidak direspons atau diperhatikan, betapa sakit rasanya. Akhirnya pedih datang. Keindahan senja dan hati perih bersamaan dalam satu waktu. Sakit rasanya melihat hatiku berdarah karena tersambar petir. Namun ada senja yang menghiburku selama perjalanan. Di situlah aku cukup tenang menikmati eloknya...

Gemuruh Sunyi

Gambar
  Di tanah para Manusia tidak mendapatkan keadilan dalam kehidupannya. Tanah itu adalah Rangkasbitung, Lebak, Banten. Tanah ini sudah sejak lama memiliki sejarah yang tidak boleh diabaikan begitu saja. Rangkas mengingatkanku kepada cerita Multatuli sebagai pelopor pergerakan. Namanya yang mempunyai arti "aku telah banyak menderita" (dari bahasa Latin). Namanya tercantum dalam buku Max Havelaar yang diterbitkan pada tahun 1860. Buku itu menjadi tanda tanya besar atas keadaan saat itu, menggambarkan kebutaan penguasa yang tidak melihat rakyat sebagai manusia. Mereka melihat rakyat sebagai binatang yang terus diperas tanpa adanya tanda peringatan untuk berhenti. Nama samaran itu berbicara sebagai perlawanan terhadap sistem tanam paksa ( cultuurstelsel ) yang dibanggakan oleh kolonial Belanda. Melawan dengan pikiran itu menembus ke seluruh dunia. Dan kemudian dunia sadar bahwa Rangkasbitung mengalami kanker ketidakadilan yang sudah akut. Hanya bisa disembuhkan melalui kesadaran...

Surat dari sang raja katanya

Gambar
Cahaya malam menyinari kisah cinta kita selama ini. Adegan pewayangan cinta kita berlangsung megah dan meriah di atas bukit kesetiaan. Aku dan kamu—jika saja aku tidak melepaskan pada malam itu. Aku tak akan memaafkan diriku hingga kini. Sebenarnya, aku belum benar-benar melepaskan. Cinta itu masih kusimpan baik-baik, dan aku sembuh perlahan lewat nyanyian merdumu yang diam-diam kuputar sendiri. Aku sadar, hubungan mesra ini tak bisa bertahan hanya dengan genggaman tanganku. Namun satu hal yang selalu ingin kukatakan: aku tak pernah sekalipun menggugurkan cintaku dari jantungku. Seluruh lelah yang kutanggung, hanya untuk menunjukkan bahwa aku tetap tegar—agar bisa menjadi bagian dari hatimu. Mati dan hidup, langit dan lautan, aku dan kamu—semuanya telah dinobatkan sebagai mukjizat yang sudah ada sejak dulu. Sesuatu yang seharusnya dijaga, dirawat. Tapi penyesalanku adalah satu: aku gagal menjadi calon pemimpinmu. Kini, aku hanya berdiri di persimpangan jalan, hanya bisa melihatmu dari ...

Aku Membayangkan Manusia Berdialog dengan Sejarah

Gambar
( Gambar: Pribadi ) Semester dua, sudah hampir aku lewati. Namun, aku belum menemukan setitik bayanganku sewaktu aku duduk di bangku sekolah. Di saat itu, aku membayangkan bahwa seluruh teman-temanku, kakak tingkatku, di waktu senggangnya membicarakan, mendiskusikan sejarah. Budaya historis melekat di dalam keseharian mereka karena sudah menjadi bagian dari pendidikan sejarah. Namun, aku belum menemukan itu saat aku menjadi bagian dari lingkungan ini. Mungkin bayanganku terlalu berlebihan. Bayangan pada saat itu indah untuk mengantarkanku kepada keingintahuanku terhadap sejarah. Sayangnya, bayang tetaplah bayang; hanya bisa diingat namun tidak bisa dipegang. Tidak bisa terwujud atas kehendakku sendiri. Sejarah identik dengan hafalan tanpa akhir. Angka, tahun, nama, dalam putaran yang tak ada habisnya. Tampaknya membosankan ketika sejarah dibawa ke jalan yang sepi, tanpa dialog, tanpa diskusi lebih lanjut. Sejarah hanya berada dalam diskusi di kelas kuliah saja. Padahal, sejarah terbu...

Kuliah Kelewat Lusa 1

Gambar
  Kuliah di kelas itu sebenarnya membosankan, apalagi harus menatap materi berjam-jam. Maka, Wahyu Universitas hadir dengan program "Kuliah Kelewat Lusa", yang diperuntukkan bagi mahasiswa/i yang jarang hadir dan sering telat kuliah karena males ataupun lupa (katanya). Sebentar… penulis salah baca, dan ditegur oleh pihak civitas. Maka, penulis minta maaf dan ingin meluruskan bahwa yang benar itu adalah Kuliah Kerja Lapangan (KKL). Dan kabar gembiranya, program ini menjadi mata kuliah, yang mana kita bisa mendapatkan nilai jika memenuhi beberapa syarat. Syaratnya mirip-mirip kayak skripsi. Emang sih, jurusan menuntut kami untuk bisa selesai tepat waktu, agar tidak menjadi beban keluarga dan investor utama kampus , hehe. Maaf, saya tidak berniat menyinggung koboy kampus , ya. Lanjut, program kerja kuliah ini bertujuan untuk meningkatkan kadar... eh maksudnya kapasitas otak dan nurani mereka yang katanya calon guru sejarah . Jadi kami belajar langsung, tanpa parasut ya, tap...