Langsung ke konten utama

Berjalan di Atas Penderitaan demi Masa Depan


Kita hidup dengan keraguan terhadap masa depan. Keraguan ini membuat kita merasa takut untuk mencoba dan memulai. Memulai terasa berat, terutama bagi kita yang selalu overthinking. Pondasi adalah caranya, untuk kita bertahan atas ketakutan yang kita punya. Pondasi itu layaknya kerangka yang membangun bangunan yang kokoh. Jika pondasi itu tidak kuat, bangunan tersebut kemungkinan besar akan ambruk. Bila pondasi itu kokoh, niscaya bangunan itu akan kuat dan bisa berdiri dengan tegak.  

Hidup kita seperti itu, kita harus mempunyai pondasi yang kuat untuk bertahan dan berjalan melampaui jalan-jalan yang tidak pernah kita lalui sebelumnya. Marabahaya menghantui pikiran kita, makanya pondasi menjadi alasan kita untuk berjalan. Kita harus menguatkan mental dan meyakinkan diri bahwa kita bisa melaluinya. Dengan cara ini, kita bisa menjadi lebih kuat.  

Faktor pikiran menjadi penentu kesuksesan kita. Kita coba untuk berpikir bahwa kita adalah manusia, bukan malaikat. Apalagi kita masih muda, di mana kegagalan adalah hal yang wajar. Kegagalan di masa muda adalah bagian dari pembelajaran. Ketika kita mencoba secara terus-menerus namun gagal, bukan berarti diri kita sudah berakhir. Justru itu adalah titik di mana kekuatan kita sedang diuji, dan sejauh ini kita sudah berjalan dengan jeritan rasa sakit di dalam hati.  

Bila kita merasa gagal, berikan ruang untuk menangis, bersedih, dan mengeluarkan unek-unek kepada orang lain, atau bahkan kepada diri sendiri. Beri ruang untuk rasa sakit kita, dan beri ruang untuk mengapresiasi diri kita yang sudah sejauh ini berjalan, serta sehebat ini bertahan.  

Langkah yang kita ambil dalam meraih kesuksesan seringkali melalui rasa pilu atau rasa sakit yang melebihi batas kewajaran. Hidup selalu mengajarkan kita untuk terus berjalan, walau kenyataan bahwa rasa sakit itu selalu hadir di setiap langkah. Kita sendiri yang menentukan jalan mana yang paling benar menurut versi kita.  

Orang lain hanya memberikan saran, tetapi kita sendiri yang memutuskan untuk mengambil saran tersebut atau tidak. Jangan mengambilnya secara mentah-mentah. Pikirkan dampak yang akan dirasakan setelah mengambil keputusan itu. Jika keputusan tersebut baik untuk kita, maka ambillah dengan keyakinan untuk melangkah.  

Pondasi yang kuat akan membantu kita menjalani keputusan itu. Langkah yang kita ambil pasti memiliki kelemahan. Kelemahan itu bisa kita jadikan tantangan untuk belajar dan menguatkan diri dalam menghadapi proses kehidupan. Tantangan menjadi alasan untuk terus berjalan dan belajar, bukan untuk takut terhadap tantangan.  

Setiap jalan pasti ada kerusakan, dan tidak ada jalan yang mulus dan lurus; pasti ada liku-liku. Begitulah hidup kita. Masa depan ada di genggaman kita. Tinggal kita mau atau tidak untuk melangkah. Jika kita takut melangkah, niscaya kita akan berjalan di tempat tanpa adanya perubahan dalam diri.  

Bila ingin sukses, hadapilah masalah terlebih dahulu. Masalah adalah tempat belajar untuk menjadi lebih baik lagi. Melalui setiap masalah, kita bisa mengetahui kemampuan dan kelemahan diri kita. Kita dapat meminimalkan kesalahan dan mengenali di mana letak kelemahan kita. Kemampuan untuk menilai diri sendiri itu penting, karena yang benar-benar mengenal diri kita adalah diri kita sendiri.  

Penderitaan tidak akan selesai jika kita terus-menerus memikirkannya. Bila kita terus berjalan walau terasa sakit, hal itu lebih baik daripada hanya diam. Ketika kita berjalan sambil menahan rasa sakit, rasa sakit itu akan terbalaskan oleh kepuasan karena kita berhasil bertahan selama ini.  

Keberhasilan itu sederhana: ketika kita mampu bertahan di atas penderitaan kita sendiri, itu sudah cukup hebat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Negeri yang Demam oleh Amarah

  Stres berkepanjangan membuat saya terus bertanya pada diri sendiri, mengapa kepala saya dipenuhi masalah dan ketakutan yang menghantui. Lemas dan letih rasanya menghadapi keadaan ini, apalagi melihat situasi yang genting. Kerusuhan dalam diri tak lagi bisa dibendung, penjara ketakutan telah merampas kebahagiaan saya. Ruang-ruang batin pun berantakan setelah hati dan pikiran saya dijarah oleh rasa takut. Berita televisi dan media sosial dipenuhi kecemasan. Kota terasa semakin tercekam oleh massa yang menyampaikan aspirasi kepada mereka yang duduk nyaman di kursi kekuasaan. Emosi membara, kemarahan muncul karena rakyat diremehkan oleh salah satu wakilnya yang seharusnya mewakili suara banyak orang. Massa aksi selayaknya semut-semut kecil, bergerombol lalu bubar ke segala arah tanpa tahu jalan pulang. Mereka berdiri berjam-jam hanya untuk mendengarkan teriakan sekawannya. Namun, tidak semua yang berkerumun murni menyuarakan aspirasi, ada provokator yang membuat keadaan semakin mence...

THR: Dari Mogok Buruh ke Proposal THR

  Bulan Ramadhan telah berakhir, dan saya merasa cukup senang menyambut hari Lebaran. Hari yang penuh kebersamaan itu akhirnya tiba, dan saya tidak sabar menunggu THR. Namun, saya sadar bahwa saya sudah bukan anak sekolah lagi, sekarang saya adalah seorang mahasiswa. Kata saudara saya, anak kuliah justru memiliki lebih banyak kebutuhan dibandingkan anak kecil atau anak sekolah. Tahun lalu saya masih mendapatkan THR, tetapi tahun ini saya tidak tahu apakah masih akan mendapatkannya. Saya butuh uang untuk membeli PDH Belistra dan himpunan, agar bisa segera melunasinya. Saya melihat para pekerja mendapatkan tunjangan hari raya berupa uang atau sembako, termasuk ayah saya. Tahu tidak kalau THR ini di tahun 1953 dulunya disebut Hadiah Lebaran atau Persekot Hari Raya? Saat itu, pemberian tersebut bersifat sukarela dari majikan sebagai bentuk kepedulian sosial. Pada tahun 1950-an, para buruh hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, dengan penghasilan yang bahkan tidak cukup untuk membeli ...

Semua Sudah Diatur, Tidak Perlu Dipikirkan

 Semua Sudah Diatur, Tidak Perlu Dipikirkan   Malam yang sunyi, saya kembali menulis. Kali ini, saya menulis tentang permasalahan kehidupan saya. Masalah hidup saya sama seperti masalah negeri ini. Dari ujung barat sampai timur, negeri ini dipenuhi oleh kicauan mahasiswa yang berteriak menuntut keadilan. Begitu pula saya, yang terus berteriak kepada hati saya sendiri, merasa bersalah atas perbuatan yang telah berlalu.   Iya, memang saya selalu menyesali setiap tindakan yang sudah terjadi. Namun, saya berpikir bahwa Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyesal ketika membuat UU TNI, yang kini membuat gaduh narasi di media sosial. Kerusuhan terjadi di mana-mana karena naskah yang dibuat terburu-buru. Saya tidak tahu apakah naskah itu benar-benar disusun berdasarkan proses demokrasi.   Saya mendukung undang-undang ini karena saya percaya bahwa undang-undang itu tidak akan merugikan rakyat, justru menguntungkan mereka. Namun, saya juga meragukan kemampuan seseor...