Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2025

Demo Sebelum Lebaran

  Kamis, 27 Maret 2025, saya mengikuti aksi rusuh. Awalnya, saya berangkat jam 6 pagi sebagai peserta aksi pertama yang berada di gedung DPR Senayan. Saya tidak sendirian dalam aksi ini, melainkan bersama teman saya yang bernama Saki. Saki adalah seseorang yang tidak lama mendapatkan pekerjaan karena rezim tidak memperdulikan nasib masyarakat yang kesulitan mencari kerja akibat lapangan kerja yang terbatas. Pemerintah hanya memberikan janji manis, katanya telah membuka sebelas juta lapangan kerja baru dalam tiga tahun terakhir.  Namun, keraguan muncul saat melihat kondisi perekonomian kita yang kacau balau, apalagi dengan situasi politik dan birokrasi yang bahkan bayi sekalipun tidak akan mengerti. Arahnya tidak jelas mau ke mana. Saya dan Saki ingin pergi ke gedung yang menjadi pusat drama politik, tempat di mana setiap orang memainkan perannya masing-masing untuk menciptakan citra yang bagus sekaligus mengeluarkan bau busuk dari citra itu. Saya pergi demo jam 2 siang karena ...

THR: Dari Mogok Buruh ke Proposal THR

  Bulan Ramadhan telah berakhir, dan saya merasa cukup senang menyambut hari Lebaran. Hari yang penuh kebersamaan itu akhirnya tiba, dan saya tidak sabar menunggu THR. Namun, saya sadar bahwa saya sudah bukan anak sekolah lagi, sekarang saya adalah seorang mahasiswa. Kata saudara saya, anak kuliah justru memiliki lebih banyak kebutuhan dibandingkan anak kecil atau anak sekolah. Tahun lalu saya masih mendapatkan THR, tetapi tahun ini saya tidak tahu apakah masih akan mendapatkannya. Saya butuh uang untuk membeli PDH Belistra dan himpunan, agar bisa segera melunasinya. Saya melihat para pekerja mendapatkan tunjangan hari raya berupa uang atau sembako, termasuk ayah saya. Tahu tidak kalau THR ini di tahun 1953 dulunya disebut Hadiah Lebaran atau Persekot Hari Raya? Saat itu, pemberian tersebut bersifat sukarela dari majikan sebagai bentuk kepedulian sosial. Pada tahun 1950-an, para buruh hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, dengan penghasilan yang bahkan tidak cukup untuk membeli ...

Senandika Perlawanan

  Senandika Perlawanan Abbas Merah   Bendera merah memudar Seiring matinya nurani para pembuat naskah, Tanpa menoleh pada mata yang berkaca-kaca— Dari suara yang tak pernah dianggap Sebagai penduduk negeri dongeng. Suara-suara peluru Menghantarkan kita ke dalam peti mati, Tanpa tahu-menahu Bahwa situasi semakin menyempit. Rakyat terdiam, Memandang bintang-bintang. Dewa rakyat pun membisu, Melihat rakyat berkumpul. Dewa rakyat, dengan tangan emasnya, Membombardir markas sipil— Yang hanya bekerja mengikuti zaman. Suara-suara... Puisiku Belum berhenti di sini. 20 Maret 2O24 – GEDUNG DEWA CIWARU

Menulis dan Melawan

  Menulis dan Melawan Saya bangga dengan pikiran saya. Pikiran selalu membawa saya pada keingintahuan—ingin membaca banyak hal baru dan menulis dengan menyenangkan, meski di tengah kericuhan negara ini. Saya menikmati eksplorasi, dari memahami diri sendiri hingga membayangkan luasnya angkasa. Saya menantikan apa yang akan saya kerjakan dan ciptakan suatu hari nanti. Kadang saya berpikir bahwa saya sudah gila, karena memiliki pola pikir yang berbeda. "Cukup unik," kata orang-orang. "Selalu punya gebrakan di setiap momen," ujar teman-teman. Biarlah mereka menilai sesuka hati. Saya tetap menjadi diri saya sendiri. Saya tidak peduli lagi dengan ucapan orang-orang yang hanya membuat saya merasa lemah dan tidak berdaya.   Ketika ketidakberdayaan membuat saya tidak produktif, saya kehilangan ide-ide luar biasa. Karena itu, saya memilih untuk tetap berdiri sambil menulis. Kata orang, menulis membuat kita hidup sepanjang sejarah, meskipun raga kita telah terkubur di dalam ta...

Dan Bandung Terbakar Lagi

 Dan Bandung Terbakar Lagi Sejarah kembali mencatat sejarah dengan bantuan para tukang mencari celah masa lalu. Sejarah pun mengatakan kepadaku bahwa Kota Bandung pernah dibumihanguskan oleh mereka yang ingin bebas dari jeratan siksaan. Kini, wartawan mencatat para mahasiswa yang sedang membakar sebuah kantor bank. Semangat mahasiswa ini mencerminkan pendahulu mereka, ketika Bandung pada saat itu sedang tidak baik-baik saja.   Pada 20 hingga 21 Maret 2025, gejolak mahasiswa tidak bisa dipisahkan dari api amarah. Sebab, sebuah naskah yang belum matang sudah disahkan. Ketakutan ini akan menjadi-jadi jika hal ini dibiarkan begitu saja. Maka dari itu, mahasiswa Indonesia, khususnya di Bandung, menyerukan aspirasi mereka kepada penguasa negeri ini.   Semangat tidak hanya sampai di jalanan. Mahasiswa yang mempelajari sejarah Bandung Lautan Api merasakan jiwanya menantikan kehadiran para pahlawan di tengah-tengah demonstrasi. Peristiwa 23 Maret 1946 telah membuktikan b...

Semua Sudah Diatur, Tidak Perlu Dipikirkan

 Semua Sudah Diatur, Tidak Perlu Dipikirkan   Malam yang sunyi, saya kembali menulis. Kali ini, saya menulis tentang permasalahan kehidupan saya. Masalah hidup saya sama seperti masalah negeri ini. Dari ujung barat sampai timur, negeri ini dipenuhi oleh kicauan mahasiswa yang berteriak menuntut keadilan. Begitu pula saya, yang terus berteriak kepada hati saya sendiri, merasa bersalah atas perbuatan yang telah berlalu.   Iya, memang saya selalu menyesali setiap tindakan yang sudah terjadi. Namun, saya berpikir bahwa Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyesal ketika membuat UU TNI, yang kini membuat gaduh narasi di media sosial. Kerusuhan terjadi di mana-mana karena naskah yang dibuat terburu-buru. Saya tidak tahu apakah naskah itu benar-benar disusun berdasarkan proses demokrasi.   Saya mendukung undang-undang ini karena saya percaya bahwa undang-undang itu tidak akan merugikan rakyat, justru menguntungkan mereka. Namun, saya juga meragukan kemampuan seseor...

Akar Puisiku

  Malam ini, aku akan menceritakan bagaimana aku mulai menulis puisi. Semuanya bermula saat aku duduk di bangku SMP. Saat itu, aku sedang belajar seperti biasa, lalu melihat temanku—seseorang yang kucintai saat itu—menulis puisi yang menurutku sangat indah. Bukan hanya satu atau dua puisi, tetapi satu buku penuh ia tulis. Aku semakin penasaran dengan dunia puisi. Sebelumnya, aku tidak menyukai puisi karena menurutku sulit untuk membuatnya, bingung harus memulainya dari mana. Namun, karena sering melihatnya menulis, aku mulai merenungkan bagaimana proses ia menciptakan puisi. Aku pun mencoba menulis, meskipun hasilnya masih kaku dan terasa asing bagiku.      Aku benar-benar mulai mendalami puisi pada masa pandemi Covid-19. Rasa hampa dan kebosanan saat itu mendorongku untuk menulis puisi. Aku memulainya dengan menulis puisi cinta, terutama tentang perasaan rindu yang tak terelakkan. Aku menulis untuk seseorang yang kukagumi, namun tak sempat kuungkapkan perasaanku pad...

Dadaku Sesak

     Aku terlelap dalam kecemasan yang tak kunjung usai, tanpa tahu kapan akan berakhir. Kicauan burung di pagi hari seakan menjadi peringatan bagiku untuk tetap tenang, mendengarkan suara merdu mereka. Namun, aku tak bisa melepaskan diri dari belenggu yang menjerat. Aku hanya bisa pasrah di hadapan rembulan malam.      Aku merasa tak lagi memiliki kekuatan untuk meredam ketakutanku. Setiap masalah ibarat peluru yang menembus tubuh dan hatiku, yang telah lama terluka oleh semesta. Kelelahan ini menguap karena kurang tidur. Aku selalu saja memikirkan hal-hal yang tak mampu kukendalikan, ketakutan dan kecemasan yang terus menghantuiku. Seolah-olah aku bisa mengendalikannya, namun kenyataannya hanya ilusi belaka. `Melihat diriku kini, aku merasa semakin rapuh, seakan tak lagi terbentuk. Saking kerasnya berpikir, aku hanya bisa berandai-andai, seandainya aku bisa kembali ke masa lalu dan memperbaiki segalanya agar tak terjadi kesalahan. Namun, kenyataan yang ku...

Aku sebenarnya Menyesal

 Aku sebenarnya Menyesal  Malam ini, dengan udara dingin di Kota Serang, aku ditemani oleh ketakutan akibat keriuhan pikiranku sendiri. Di kota ini, aku belajar sejarah. Sudah beberapa bulan berlalu, namun aku mulai merasa menyesal memilih jurusan ini. Aku berpikir bahwa aku telah salah langkah.   Dulu, aku mengira sejarah adalah sesuatu yang menyenangkan dan penuh kegembiraan. Namun, ketika sejarah menjadi tugas pokok, semua yang pernah kupikirkan seolah memudar. Apalagi aku orang yang pelupa—sulit sekali mengingat sesuatu. Sejarah begitu luas, dan itu membuatku bingung bagaimana cara belajar serta memahaminya. Aku dulu angkuh dan sombong, merasa bisa melewati semuanya. Namanya juga belum mengenal, masih bisa berlagak seperti profesor—"si ahli sejarah," kalau kata teman-teman SMA-ku dulu.   Aku sangat menyadari bahwa waktu tidak bisa diulang kembali. Ingin rasanya menangis, tapi aku teringat janjiku di hadapan laut yang luas. Aku pernah mengiyakan pilihan ...

Di Balik Bayang-Bayang Diri

Rafif Abbas Pradana  Aku menulis di dini hari, hampir waktu sahur. Pikiranku menjelajah, dari ujung ke ujung. Aku menyadari bahwa rahasia hidupku belum aku temukan sampai sekarang. Padahal, rahasia dunia saja masih penuh teka-teki. Makanya, aku mencari rahasia diriku sendiri. Mungkin, kalau aku bisa menemukan rahasia ini, aku juga bisa memahami rahasia dunia. Tapi sebelum lebih jauh membahasnya, aku ingin bertanya pada diriku sendiri: apa sih rahasia diri itu? Kenapa aku menyebutnya sebagai "rahasia"? Kalau kata orang, rahasia ini ada di lubuk hati yang paling dalam, tersembunyi di balik keinginan dan arah hidup yang sulit ditemukan. Itu sebabnya disebut rahasia. Dan kenapa aku menyebutnya sekarang? Karena aku sendiri penasaran dengan bayang-bayang yang ada di sana—di alam bawah sadar yang diam-diam mengendalikan semuanya. Sungguh rumit. Aku sendiri bingung saat membahasnya. Setiap bangun tidur, yang pertama kali terlintas di kepalaku adalah tugas dan pekerjaan yang harus dis...